Ayo, coba lacak kembali aktivitas Anda hari ini! Menyapa teman Anda, menjawab guru Anda, mendengar penjelasan guru Anda, meminjam buku pada teman Anda, bilang terima kasih pada penjaga kantin, dan sebagainya. Nah, hampir seluruh hari Anda terisi dengan komunikasi, kan?
Komunikasi merupakan suatu proses dalam mengirim dan menerima informasi. Jika komunikasi yang kita lakukan berjalan dengan baik, maka orang lain akan mengerti apa yang kita inginkan, bicarakan, atau bahkan mereka akan mengerjakan apa yang kita instruksikan. Selain itu kita pun dapat mengetahui informasi apa yang ingin mereka sampaikan, apa yang mereka butuhkan, dan sebagainya.
Masalahnya adalah untuk melakukan komunikasi yang baik kita seringkali mengalami hambatan, salah satunya adalah ketika kita menjadi pendengar dalam proses komunikasi. Banyak persoalan dan kesalahpahaman yang timbul dalam komunikasi yang disebabkan karena kita kurang berkonsentrasi pada saat mendengarkan seseorang berbicara.
Padahal, kita sebagai orang muda lebih perlu mendengar lho daripada bicara. Bagaimana enggak? Masa, kita, orang muda zaman sekarang ini, sudah punya ilmu bejibun? Nggak lah ya. Di tengah derasnya arus dunia dan materialisme kayak sekarang ini, sedikit banget orang muda yang udah punya banyak ilmu. So, kita lebih harus nuntut ilmu daripada nuntut untuk bicara. Dus, salah satu cara menuntut ilmu adalah dengan banyak mendengar hal-hal yang bermanfaat.
Pada tahun 1980-an suatu tim penelitian dari Loyola University mengadakan suatu riset yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan keterampilan seorang manajer dalam komunikasi bisnis. Satu kesimpulan yang dihasilkan adalah bahwa seorang manajer harus dapat mengenali dan memecahkan persoalan yang ada pada para karyawannya. Untuk itu seorang manajer harus bisa menjadi pendengar yang baik.
Sayangnya, hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa sebagian manajer belum menjadi pendengar yang baik. Hal tersebut terlihat dari beberapa komentar karyawan:
“Atasan saya selalu mendominasi pembicaraan sehingga saya tidak dapat memberikan saran untuk mengatasi persoalan di Bagian Produksi.”
“Atasan saya selalu memotong pembicaraan.”
“Saya tidak mengerti apakah manajer saya mengerti apa yang sedang kami diskusikan.”
“Berbicara dengan atasan? Hanya membuang waktu saja!”
Kita (mungkin) emang bukan karyawan. Tapi, hal di atas bisa dijadikan contoh, bahwa menjadi pendengar yang baik itu ternyata perlu ketrampilan. Pertanyaannya sekarang adalah apakah kita sudah menjadi pendengar yang baik?
Hasil Mendengar Efektif
Menjadi pendengar yang baik bukanlah usaha yang mudah. Seseorang harus dapat bersikap obyektif dan dapat memahami pesan yang disampaikan oleh lawan berkomunikasinya. Mendengarkan dengan efektif membutuhkan konsentrasi, pengalaman, dan keterampilan.
Manfaat dari menjadi pendengar yang baik di antaranya: - Lawan berbicara kita akan lebih mudah dalam menyampaikan informasi. - Hubungan antar individu akan semakin baik. - Mendorong pembicara untuk tetap berkomunikasi. - Informasi dalam bentuk instruksi, umpan balik dan lainnya akan lebih jelas diterima. |
Bagaimana Caranya?
Menjadi pendengar yang baik membutuhkan usaha dan latihan yang teratur. Langkah terpenting pertama yang harus kita lakukan adalah menyadari bahwa mendengarkan seseorang berbicara adalah suatu kebutuhan yang sama pentingnya dengan keterampilan berkomunikasi yang lain seperti: berbicara, menulis dan membaca.
Berikut ini beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai panduan pada saat kita mendengarkan seseorang berbicara. Silakan simak!
Berbicara dan mendengar, adalah Silih Berganti Perlu diingat bahwa kita tidak dapat mendengarkan dan berbicara pada saat bersamaan. Hal ini merupakan prinsip dasar dari mendengarkan efektif. Seseorang cenderung untuk selalu menambahkan pendapatnya pada saat ia berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini menjadi persoalan jika lawan bicara kita belum selesai berbicara. Ia bisa saja merasa terganggu. Dari pihak pendengar jelas konsentrasi akan terpecah. Secara sopan santun, menambah pendapat orang yang sedang berbicara berarti memotong pembicaraan. Dan ini tentu tidak sopan. Biarkanlah pembicara menyelesaikan keperluannya, sedangkan kita mendengar dengan baik. Baru, kalo dia selesai berbicara, sampaikanlah pendapat kita. |
Mencoba memahami pokok pikiran atau ide utama pembicara. Seorang pendengar yang baik selalu mencoba untuk memahami intisari dari suatu pesan. Jangan mendengar secara masuk telinga kanan keluar telinga kiri atau sebaliknya. Dari pembicaraan yang panjang lebar, tentu terdapat pokok pikirannya. Peganglah pokok pikiran itu, niscaya Anda tahu maksud pembicara. Hal ini mungkin sulit dilakukan pertama kali. Karena itu, kita memang perlu latihan berkonsentasi mendengarkan orang yang berbicara tanpa melakukan hal lain yang mengganggu konsentrasi kita. |
Hindari gangguan dari lingkungan sekitar. Ini dia, hubungannya dengan yang tadi. Pendengar yang baik selalu mencoba untuk memfokuskan diri pada pembicara. Mencoba mendengarkan pendapat teman ketika rapat sebagai contoh, tanpa terpengaruh oleh sinyal SMS, dering telepon, orang yang berlalu lalang, dan sebagainya. Oleh karena itu untuk pembicaraan yang serius, faktor lingkungan perlu diperhatikan. |
Mencoba untuk mengendalikan emosi. Pendengar yang baik selalu mencoba untuk mengesampingkan emosi, sehingga ia dapat menerima pembicaraan dengan jernih. Pendengar yang baik juga selalu mencoba untuk memahami pembicara tanpa membuat penilaian pribadi atas pembicara. Memang kadang ada kata-kata yang keliru dari pembicara yang perlu diluruskan. Namun pelurusannya pun harus dengan ilmu. Nasehat hendaknya disampaikan setelah pembicara rampung berkata-kata. Itu pun disampaikan secara empat mata tidak di depan audiens yang lain. |
Buatlah catatan kecil tanpa mengurangi konsentrasi kita pada saat mendengarkan. Harap diingat kita tidak dapat mengerjakan dua tugas sekaligus, tanpa mengurangi keefektifan salah satu di antaranya. Oke, jadi ini harus dilakukan dengan ekstra konsentrasi.
Mungkin Anda bisa melatih menulis cepat, dan juga catatan itu tidak perlu dengan tulisan tangan yang indah, bisa jadi berupa singkatan-singkatan, diagram-diagram yang Anda saja yang dapat membacanya. Nggak masalah, yang penting Anda dapat memahaminya. Boleh juga disalin kembali jadi catatan yang lebih baik.
Mencoba untuk bersikap Empati Mencoba untuk menghargai posisi pembicara, sehingga kita terhindar dari mendengar apa yang hanya mau kita dengar saja. Tempatkan diri Anda sebagai diri pembicara. Ketika Anda ngomong, tentu Anda juga ingin pendengar mendengarkan omongan Anda dengan seksama. Nah, ini juga yang diinginkan pembicara yang sedang berbicara di depan Anda. |
Memperhatikan komunikasi non Verbal. Tataplah lawan bicara, dan perhatikan bahasa tubuh mereka. Seringkali terjadi pemahaman akan suatu informasi lebih bisa kita pahami dengan memperhatikan raut muka dan gerak tubuh lawan bicara. Dan sebagai pendengar, kita pun harus memperhatikan bahasa tubuh yang kita tampilkan, seperti posisi duduk, raut muka, anggukan kepala dan sebagainya. |
Mendengarkan dengan Selektif. Seringkali dalam suatu pembicaraan, pembicara memberikan informasi-informasi yang penting. Kadang informasi tersebut tersembunyi di dalam konteks pembicaraan. Kita diharapkan dapat memilah-milah informasi tersebut untuk mendapatkan yang kita butuhkan. |
Bertanya pada tempatnya. Tunda dahulu pertanyaan dan gagasan yang ingin disampaikan sampai pembicara selesai. Ajukan pertanyaan untuk memperjelas maksud pembicara. Ini hampir sama dengan point yang pertama. Jika ada pertanyaan sampaikanlah jika si pembicara sudah selesai. Bisa jadi, masalah yang Anda tidak paham akan diterangkan seketika itu juga tanpa Anda menanyakannya. Karena itu, sabarlah. Boleh jadi, tanpa bertanya pun apa yang Anda bingungkan akan diterangkan kemudian. |
Buatlah kesimpulan atas apa yang menjadi inti pembicaraan. Dengan mencoba menangkap intisari pembicaraan diharapkan kita dapat memahami permasalahan dengan kata kita sendiri. Cobalah ramu kembali apa yang pembicara sampaikan dengan kata-kata Anda sendiri. Ini akan melatih Anda untuk mengambil kesimpulan dengan baik. |
Memberikan Umpan Balik. Memberikan umpan balik kepada pembicara sehingga ia mengetahui sejauh mana kita sudah memahami pembicaraan. Ini dia saatnya bertanya, berpendapat atau berkomentar. Setelah pembicara selesai mengutarakan pembicaraannya, barulah tiba giliran kita. Jangan diam saja, sampaikan sepatah dua patah kalimat agar pembicara tahu sejauh mana kita paham. |
Semoga dengan tips di atas, Anda bisa mengambil manfaat sebagai PENDENGAR yang EFEKTIF.
0 komentar:
Posting Komentar